JAKARTA – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengkritik keras rencana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang ingin mengambil utang luar negeri setara Rp 1.760 triliun untuk membeli sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mempertanyakan, soal konsistensi Prabowo yang disejumlah pentas politik nasional, getol mengeluarkan propaganda soal utang Pemerintah. Bahkan, Prabowo menyebut Pemerintah sebagai pencetak utang.
“Bukannya pak Prabowo dulu sangat getol mencibir utang pemerintah? Kok sekarang jadi menteri penimbun utang. Sangat disayangkan ini sama seperti menjilat ludah sendiri. Tentu ini membodohi rakyat Indonesia. Tidak mendidik,” ujar Arjuna, Senin (31/05/2021).
GMNI juga mempertanyakan konsistensi Prabowo, soal isu anti asing/aseng dan isu kebocoran anggaran, yang sering ia utarakan untuk menyerang lawan politiknya. Kini, justru berubah menjadi pejabat yang ingin mempelopori utang luar negeri dengan jumlah yang fantastis, publik tentu akan menilai kesesuaian antara retorika dengan tindakan Pak Prabowo.
“Dulu kritik keras, propaganda sana-sini, soal isu kita dikuasai asing lah, kebocoran anggaran lah. Sekarang mau utang dari asing, sekarang bukan lagi bocor tapi ngluber. Ini namanya Jarkoni, tidak sesuainya ucapan dan tindakan. Tentu rakyat tidak lupa, ironis,” tutur Arjuna.
Bukan hanya itu, Arjuna juga mewanti-wanti bahwa sektor pertahanan berdasarkan indeks anti-korupsi yang dirilis oleh Transparency International yang meliputi anggaran, personel, operasional, dan pengadaanâkluster pengadaan mendapat nilai buruk. Sektor pertahanan masih terperosok dalam kerahasiaan atas informasi mengenai kebijakan dan prosedur perusahaan yang tidak memadai untuk melindungi dari korupsi.
“Jika ingin menggunakan uang rakyat atau atas nama negara, pengelolaannya harus tetap akuntabel dan prudent. Walaupun ada rahasia negara, tapi tetap harus jelas peruntukannya. Dan kejelasan ini dibuktikan dengan roadmap pertahanan yang terencana dan sistematis. Tidak ujug-ujug, tanpa ada kejelasan terkait kebutuhan TNI sebagai user dan ancaman nasional kita,” jelas Arjuna.
Arjuna menilai utang tidak diharamkan apabila diperuntukkan untuk kebutuhan yang jelas dan tepat sasaran. Namun, utang dapat merugikan negara dan patut dikritik apabila tidak disertai dengan analisis kebutuhan dan proyeksi yang matang.
Apalagi ditengah kondisi pandemi seperti sekarang ini, ekonomi sedang lesu, rakyat banyak yang sengsara, umkm banyak yang bangkrut karena pembatasan sosial. Untuk itu, rencana pak Prabowo menurut GMNI sangat tidak etis.
“Utang boleh-boleh saja. Asal untuk membiayai kebutuhan yang jelas dan proyeksinya matang. Kalau ujug-ujug seperti ini, sangat tidak etis mengingat kondisi kita masih menghadapi pandemi. Rakyat lagi sengsara, usahanya banyak yang bangkrut, kehilangan pekerjaan karena PHK massal. Ini malah mau menghambur-hamburkan uang negara, pesta pora anggaran. Sangat tidak etis,” tambah Arjuna.