Dewan Pimpinan Pusat

Sekjen DPP GMNI Harap Pemerintah Evaluasi Penanganan Covid-19

JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menilai, kebijakan Pemerintah soal penanganan Pandemi Covid-19 terutama dengan diperpanjangnya waktu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 23 Agustus mendatang perlu dievaluasi.

Sebab bagi, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP GMNI, Muhammad Ageng Dendy Setiawan, kebijakan tersebut berakibat pada perekonomian warga menengah kebawah.

“PPKM ini harus dievaluasi, karena persoalan ekonomi masyarakat tidak kalah penting. Penerapan PPKM itu bisa membunuh perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah, yang mana mereka harus keluar rumah untuk mencari makan, harus ada solusi dari negara. Jangan hanya bisa menekan rakyat. Bansos sudah ada, tapi apakah sudah merata dan sudah sesuai target kah? Bagaimana rakyat yang tidak punya KTP, kemudian dia tidak bisa mengakses bantuan, terlebih rakyat tersebut sudah usia lanjut yang bingung cara mengurus KTP?, ” katanya, Kamis (19/8/2021).

Bung Dendy, sapaan akrabnya, meminta Pemerintah tidak hanya sebatas membuat kebijakan pembatasan saja. Namun, dengan anggaran yang cukup besar seharusnya pemerintah mampu membawa arah penanganan ke arah yang lebih baik dengan memberikan solusi bagi masyarakat kecil, sehingga perekonomian dapat tumbuh.

“Jadi pemerintah ini kan terus membatasi kegiatan masyarakat, sementara di sisi lain, ada masyarakat yang harus keluar rumah untuk menghidupkan perekonomian mereka. Kebijakan PPKM ini sebenarnya yang paling terdampak adalah pelaku UMKM dan beberapa sektor pekerja yang mengharuskan keluar rumah, seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pekerja di sektor logistik, Ojek Online, dan yang lainnya. Anggaran penanganan covid ini besar lho! Jangan sampai penggunaannya tidak sesuai, karena antara anggaran yang cukup besar dan penanganan belum seimbang, nah ini ada apa? Harus diawasi,” jelas Dendy.

Dendy menilai, para pelaku UMKM di atas terpaksa keluar rumah dengan risiko tertular COVID-19 karena tidak punya pilihan. “Tidak ada orang yang mau tertular penyakit. Tapi mereka tidak punya pilihan, karena kalau tidak keluar rumah, mereka tidak bisa bekerja, tidak bisa menghidupkan perekonomian keluarga mereka. Dan risiko ini tidak lebih kecil dari pada risiko tertular penyakit COVID-19,” tambahnya.

DPP GMNI menyayangkan, Menko Perekonomian yang sekaligus Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), merupakan salah satu pejabat yang bertanggung jawab. Dimana, KPC PEN yang harus diselesaikan dengan tidak hanya fokus pada ekonomi makro saja, melainkan juga ekonomi rakyat menengah kebawah (Mikro).

Dari berbagai persoalan yang ia urai di atas, Dendy menekankan agar Menko Perekonomian dan KPC-PEN itu, tidak hanya fokus mengurusi persoalan politik ke depan. Sebab, persoalan tersebut terjadi selama berbulan-bulan dan belum ada perbaikan. 

Rakyat butuh pak Menko untuk kerja, biar rakyat ekonominya tumbuh, bukan malah semakin terhimpit. Persoalan-persoalan itu tadi, masyarakat kita belum merasakan dampak yang begitu terasa dari KPC PEN,” singgungnya.

Dendy berharap, Pemerintah perlu memikirkan pemerataan distribusi fasilitas kesehatan untuk daerah-daerah. Dan, mengajak Menteri Kesehatan (Menkes) untuk sering turun ke daerah-daerah dan melihat kondisi di lapangan. Sebagai contoh, terangnya, bahwa masih ada daerah yang masih kesulitan untuk melakukan Tes PCR.

“Pemerintah, khususnya bapak Menteri Kesehatan, perlu melihat ini. Gimana mau tracing kalau tes aja susah? Gimana mau menyelesaikan kalau distribusi fasilitas kesehatan masih begini?,” kata Dendy.

Terakhir, DPP GMNI menilai kebijakan penanganan Covid-19 yang hampir dua tahun berjalan perlu dievaluasi, karena banyak hal yang masih jadi persoalan. Terutama, soal fasilitas pelayanan kesehatan di daerah-daerah, yang langsung Sekjen DPP GMNI alami.

“Ini sudah dua tahun berjalan, dan masih ada daerah yang kalau mau melakukan tes PCR alatnya belum merata. Seperti di Mataram misalnya, untuk melakukan PCR di beberapa tempat-tempat yang saya datangi, itu sampling yg diambil kemudian dikirim dulu ke Surabaya, baru hasilnya bisa dilihat setelahnya. Kalau tes hari ini jam setengah 11 siang, mungkin besok malam baru keluar hasil tesnya, belum lagi soal ketersediaan obat dan jam buka apotik yang cenderung masih banyak yang belum 24 jam, utamanya apotek BUMN. Ini kan sudah menghambat penanganan covid. Harusnya persoalan-persoalan begini sudah di urus dari awal, sehingga proses pengecekan dan penanganan lebih cepat teratasi,” tutupnya.