Dewan Pimpinan Pusat

Soal KKB Papua, GMNI: Separatisme Bertentangan Dengan Kemanusiaan

KKB di Papua kembali beraksi. Tercatat KKB di Papua telah banyak menewaskan korban warga sipil, hingga Kabinda Papua dan satu personel Brimob. Melihat situasi ini, Pemerintah secara resmi mengategorikan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai organisasi teroris. Keputusan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino berpendapat bahwa secara definisi tindakan yang dilakukan oleh sejumlah anggota KKB sudah termasuk dalam tindakan terorisme. Karena menurut Arjuna, tindakan mereka dengan melakukan teror, menebar ancaman,  menyandera, membunuh, menyiksa dan menculik warga sipil, bahkan seringkali dengan motif politik. Maka, mereka dapat disebut teroris.

“Secara definisi dapat dikatakan teroris karena tindakannya dengan melakukan teror, menebar ancaman,  menyandera, membunuh, menyiksa dan menculik warga sipil termasuk dalam kategori tindakan terorisme”, papar Arjuna

Arjuna juga menyampaikan jika ada reaksi terhadap gerakan separatisme KKB dari pemerintah dan aparat dalam bentuk operasi keamanan wajar dilakukan karena semua negara akan bereaksi jika mendapat ancaman apalagi ancaman tersebut dilakukan secara sistematis dan mengancam nyawa manusia. Namun menurut Arjuna, operasi kemanan tersebut harus tetap dalam bingkai mengamankan warga sipil dari ancaman KKB serta menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Tidak boleh lebih dari bingkai memberi rasa aman bagi warga sipil dan mempertahankan kedaulatan serta keutuhan NKRI.

“Saya kira wajar jika ada operasi keamanan dilakukan pasca aksi KKB di Papua. Semua negara di dunia ketika mendapat anacaman apalagi sudah ada korban tewas pasti akan bereaksi. Paling tidak bereaksi dalam bingkai mengamankan warganya dan menjaga keutuhan serta kedaulatan negaranya, karena ini juga amanah konstitusi”, lanjut Arjuna

Arjuna juga tidak sepakat jika memperlawankan antara kebijakan pengelolaan keamanan nasional dalam menghadapi ancaman KKB di Papua dengan prinsip dan standar hak asasi manusia. Menurut Arjuna, meluasnya gerakan KKB di Papua berpontensi mengancam keamanan nasional merupakan sebuah fakta, dan kebijakan penyelenggaraan keamanan untuk menangani agresifnya serangan KKB di Papua juga bertujuan melindungi keamanan warga sipil di Papua.

“Saya kira tidak perlu diperlawankan antara kebijakan pengamanan KKB di Papua dengan prinsip HAM. KKB ini kan mempunyai keahlian bertempur karena dididik dalam iklim pemberontakan dalam kurun waktu yang tak pendek. Batasannya sudah jelas, kebijakan pengamanan yang dilakukan oleh aparat dalam koridor mengamankan warga sipil dari ancaman KKB. Menciptakan kondusifitas, agar tercipta rasa aman”, tambah Arjuna

Karena menurut Arjuna, jika Pemerintah tidak bertindak cepat juga bisa disebut gagal dalam memberi rasa aman bagi warganya. Dan ketika pemerintah gagal menciptakan rasa aman bagi warganya juga dianggap gagal menjalankan konstitusi. Maka menurut Arjuna, kita jangan terlalu terburu-buru dan gegabah dalam menghakimi tindakan yang hendak dilakukan, buru-buru mencap melanggar HAM dan sebagainya.

“Kita sama-sama awasi prosesnya saja. Memastikan prosesnya tidak melanggar HAM dan tidak ada kesewenang-wenangan. Itu saja dulu. Karena jika KKB tidak ditangani secara cepat juga akan membahayakan HAM”, imbuh Arjuna

Arjuna juga mengusulkan agar dalam menangani ancaman KKB di Papua pemerintah tidak hanya berfokus pada upaya-upaya dalam negeri saja. Melainkan juga harus berinisiatif membangun pakta kemanan kawasan, terutama di kawasan Pasifik Selatan, untuk mengurangi ruang gerak KKB terutama supporting, baik persenjataan, dana dan suaka politik. Maka perlu diinisiasi kerjasama keamanan regional berbasis lingkungan strategis (geostrategis) di kawasan Pasifik Selatan dalam mengatasi terorisme KKB.

“Tentu ruang gerak KKB di tidak hanya lingkup nasional. Perlu ada inisiasi dari Pemerintah Indonesia untuk membangun pakta keamanan kawasan, kerjasama keamanan berbasis lingkungan strategis (geostrategis), terutama di Pasifik Selatan. Artinya Indonesia harus aktif melakukan diplomasi pertahanan dan keamanan di Pasifik Selatan, membangun gerakan bersama lawan terorisme KKB”, tutup Arjuna